Awal
gerakan perempuan di dunia tercatat di tahun 1800-an. Ketika itu para
perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan oleh kebanyakan
perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian.
Karenanya gerakan perempuan awal ini lebih mengedepankan perubahan
sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan ikut memilih dalam
pemilu. Tokoh-tokoh perempuan ketika itu antara
lain
Susan
B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft.
Bertahun-tahun
mereka berjuang, turun jalan dari 200 aktivis perempuan sempat
ditahan, ketika itu.1
Pada awal tahun 1800-an, gerakan progresif baik lelaki maupun
perempuan bersama-sama memperjuangkan penghapusan perbudakan.
Aktivis-aktivis perempuan juga terlibat dalam gerakan anti perbudakan
ini dan turut pula memperjuangkan kebebasan bagi kaum perempuan,
selain mengakhiri perbudakan. Puncak dari perjuangan mereka kemudian
melahirkan sebuah pertemuan tentang hak-hak perempuan yang pertama di
Seneca Falls, New York pada tahun 1848.2
Pertemuan yang diorganisir oleh aktivis anti perbudakan, Elizabeth
Cady Stanton dan Lucretia Mott tersebut dihadiri oleh belasan kaum
perempuan dan juga sejumlah lelaki yang mendukungnya. Dari pertemuan
tersebut kemudian dihasilkanlah Declaration of Sentiments 1848
(Deklarasi Keprihatinan), yang isinya mengamanatkan baik hak-hak kaum
perempuan maupun rancangan tuntutan-tuntutannya – seperti
kesetaraan di depan hukum, pendidikan, upah dan hak untuk memilih dan
dipilih.3
Organisasi
mengambil peranan penting dalam perjuangan perempuan gelombang I.
Keberadaan organisasi berskala nasional mampu membantu perluasan
penyadaran akan pentingnya pembebasan perempuan.
Organisasi-organisasi seperti The
National Womens Suffrage Association (Perhimpunan
kaum perempuan nasional bagi hak pilih/dipilih) dan The
American Womens Suffrage Association (Perhimpunan
kaum perempuan amerika bagi hak pilih/dipilih), mengambil peranan
penting sehingga tercapai tuntutan kaum perempuan pada masa itu,
yakni hak pilih bagi kaum perempuan. Suatu hal yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Dengan alat organisasi yang terstruktur secara
nasional, memudahkan perjuangan perempuan dalam hal kampanye,
mobilisasi massa untuk memenangkan tuntutan. Tercapainya hak pilih
perempuan tidak terlepas dari peran organisasi yang mampu menyatukan
kekuatan perempuan secara nasional dengan mobilisasi-mobilisasi massa
yang mewujud dalam bentuk aksi-aksi protes, vergadering (pertemuan
massal) seperti pertemuan nasional yang menghasilkan deklarasi
keprihatinan, hal ini menunjukkan bahwa pelibatan seluruh kaum
perempuan (basis massa) penting dalam perjuangan perempuan. Selain
itu, berbagai kelompok diskusi mengenai pendidikan, politik dan
budaya kemudian didirikan. Pada tahun 1896, The
National Association of colored Women (Perhimpunan
nasional bagi kaum perempuan kulit berwarna) didirikan untuk
menyatukan kelompok-kelompok perempuan kulit hitam yang
terpisah-pisah. Organisasi-organisasi kaum perempuan penting lainnya
adalah paguyuban-paguyuban yang moderat. Paguyuban-paguyuban tersebut
dalam realitanya, merupakan suatu upaya untuk melindungi kaum
perempuan dan anak-anak dari penganiyaan dan kemiskinan.4
Gerakan
perempuan turut memberikan penyadaran terhadap buruh perempuan. Untuk
pertama kalinya, kaum buruh perempuan mengorganisasikan diri. Pada
bulan maret 1859 di New York, Amerika Serikat, buruh perempuan
membentuk serikat buruh pertama untuk memperjuangkan hak dasar mereka
di tempat kerja, termasuk 8 jam kerja, cuti hamil, jaminan kesehatan.
Perjuangan kaum buruh perempuan ini dilakukan, bersamaan dengan
meluasnya gerakan perempuan di Eropa dan Amerika Serikat, yang
ditandai dengan berdirinya organisasi perempuan memperjuangkan hak
pilih, seperti International
Women Suffrage Alliance.
Para buruh perempuan mulai mengorganisir aksi demonstrasi
menyampaikan tuntutan-tuntutannya. Pada awal abad ini, gelombang aksi
protes terus meluas. Tercatat pada tanggal 8 Maret 1908, sebanyak
15.000 perempuan turun ke jalan kota New York menuntut
diberlakukannya 8 jam kerja, hak pilih dalam pemilu, serta
dihentikannya memperkerjakan anak dibawah umur. Pada tahun 1910, di
Kopenhagen, Denmark, diselenggarakanlah Konferensi Sosialis
Internasional. Dalam konferensi tersebut, dihasilkan sebuah keputusan
bahwa hari perempuan harus diperingati secara internasional. Salah
satu tokoh gerakan perempuan dari Jerman, Clara Zetkin, merupakan
yang pertama kali melontarkan gagasan itu, guna memperingati mogoknya
buruh perempuan pabrik garmen yang terjadi di Amerika Serikat,
sekaligus menghormati gerakan hak pilih kaum perempuan. Baru pada
tahun berikutnya, beberapa di negara Eropa mulai memperingati hari
perempuan internasional pada tanggal 8 Maret, yang sampai kini kita
peringati. Lahirnya hari perempuan internasional, merupakan hasil
dari perubahan sosial yang menyertainya dan didukung oleh
perkembangan gerakan perempuan yang kala itu mengusung hak pilih
dalam pemilu bagi perempuan melalui pengorganisasian aksi massa.
Di
sisi lain, lambat laun, beberapa negara bagian di Amerika Serikat
mulai mengabulkan hak pilih bagi perempuan dalam pemilu lokal.
Capaian perjuangan hak pilih perempuan menunjukan hasilnya. Pada
tahun 1917, Jeannette Rankin, dari Montana, menjadi perempuan pertama
yang terpilih menjadi anggota Kongres Amerika Serikat dan pada tahun
1920 perempuan memenangkan hak suaranya.
1
Nursayyid Santoso Kristeva, M.A, Manifesto
Wacana Kiri,
Yogyakarta: INPHISOS, 2010, hlm. 115. Selanjutnya disebut dengan
Nursayyid Santoso Kristeva, M.A, Manifesto
Wacana Kiri.
2
Tina
Gianoults, SETARA
II, Monthly
Review Foundation, Copy Right 2001. Selanjutnya disebut dengan Tina
Gianoults, SETARA
II.
3
Tina
Gianoults, SETARA
II.
4
Tina
Gianoults, SETARA
II.
0 komentar:
Posting Komentar