Materi : Gender
prespektif hadist
Pemateri : Nurul
& K.H.Marzuki Wahid
Hadist :
مَاأُضِيْفَ إلى النبي ص م قَولاً أو فِعْلاً أوْتَقْرِيْرًا اَوْ صِفَةً
"Sesuatu yang di sandarkan oleh nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”
Kedudukan
Wanita menurut Hadis Rasulullah
Disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa
suatu ketika sayyidina Umar bin Khattab ra. Suatu ketika tersenyum dan tidak
lama kemudian ia menangis. Tersenyum dan menangis, dua kata yang mewakili
keadaannya saat itu. Para sahabat yang lain heran dan menganggap ada
kejanggalan yang terjadi pada diri sang pemimpin Islam tersebut. Maka salah
seorang di antara mereka bertanya kepada sayyidina Umar mengenai sesuatu yang
menyebabkan ia bersikap seperti itu, lalu amirul mukminin menjawab pertanyaan
sahabatnya dengan menjelaskan bahwa ia tertawa karenaa mengingat sikap dan
perbuatannya ketika ia masih berada dalam kekafiran. Di mana suatu ketika ia
bepergian dengan membawa patung yang terbuat dari roti yang kemudian disembah
dalam perjalanannya. Akan tetapi dalam perjalanannya tersebut sang amir merasa
lapar dan tidak ada yang bisa dimakan, akhirnya ia mencabut hidung patung
tuhannya yang terbuat dari roti kemudian ia makan hidung tersebut.
Sedangkan
penyebab ia menangis karena mengingat sikap dan perbuatannya ketika istrinya
melahirkan dan ternyata anak yang lahir adalah seorang wanita. Maka Umar
mengambil anak tersebut lalu ia kuburkan hidup-hidup disebabkan adanya anggapan
bahwa wanita adalah sebuah aib atau mungkin menjadi pintu masuk kehinaan dalam
lingkungan keluarga terhormat.
Demikianlah
salah satu dari sekian banyak gambaran tentang keadaan wanita pra-Islam.
Terlepas dari benar dan tidaknya riwayat di atas, hal itu menunjukkan
penghinaan dan pelecehan terhadap eksistensi wanita[1], bahkan disebutkan bahwa
sayyidina Umar bin Khattab ra pernah mengatakan : والله ان كنا في
الجاهلية ما نعد النساء أمرا حتى أنزل الله فيهن ما أنزل وقسم لهن ما قسم “Demi Allah, dulu ketika masa Jahiliah. Kami
tidak pernah menganggap wanita sebagaimana mestinya hingga Allah menurunkan
ayat yang berbicara tentang mereka dan bersumpah untuk mereka”.[2]
Bukan
hanya itu, pelecehan terhadap wanita masuk pada persoalan pembagian harta
warisan. Di mana mereka –masyarakat jahiliyah- tidak memberikan warisan kecuali
kepada anak laki-laki dewasa mereka. Sedangkan wanita dan anak kecil dianggap
tidak pantas menjadi pewaris. Bahkan di saat mereka bertawaf di sekeliling
Ka’bah, sehelai kain pun tidak melekat ditubuhnya. Betapa rendah kedudukan
wanita pra-Islam.
Masih
banyak contoh lain yang menunjukkan rendahnya kedudukan wanita. Mereka ibarat
wabah penyakit ditengah pemukiman bersih dan bebas pencemaran. Ketiadaannya
dianggap kebahagiaan sedangkan kehadirannya bagaikan bala bencana yang siap
memporak-porandakan ketenangan mereka (kaum lelaki).
Akan
tetapi Islam sebagai agama yang membawa misi kerahmatan datang dengan
mengumumkan kemuliaan wanita, mengukuhkan eksistensi mereka sebagai makhluk
seutuhnya yang memiliki sifat taklif, tanggung jawab, balasan dan hak masuk
surge. Islam memandang wanita sebagai manusia yang mulia, yang memiliki hak
yang sama dengan laki-laki. Karena keduanya adalah dua cabang dari satu pohon,
dua bersaudara yang ayahnya adalah Adam dan ibunya adalah Hawa.[3]
Wanita
dalam Islam adalah makhluk yang memiliki kedudukan yang tinggi, di mana
sebelumnya mereka tidak memiliki nilai dan penghargaan. Banyak dalil yang
menunjukkan hal tersebut, termasuk hadis dan sunnah Nabi, maka di sana
ditemukan beberapa sabda Nabi yang mengangkat derajat wanita.
0 komentar:
Posting Komentar