Senin, 04 September 2017

Situasi Nasional


Indonesia adalah bagian dari dunia internasional yang saat ini tengah berada dalam krisis imperialisme berkepanjangan. Indonesia adalah negara yang luas dengan posisi strategis, kaya akan sumber daya alam, berlimpah sumber daya manusia, iklim tropis dan subur. Indonesia, sejak jaman orde baru telah berada dalam genggaman imperialisme AS dengan rezim boneka pertamanya, the smiling general Soeharto.
Presiden Joko Widodo sebagaimana presiden-presiden sebelumnya terus konsisten menjalankan skema kebijakan neoliberal di dalam negeri dan mendukung pelaksanaan kebijakan neoliberal ini sebagai politik luar negerinya.Sebagai presiden ke tujuh, rakyat Indonesia sudah sangat lelah terus berada dalam situasi ekonomi yang terus menurunkan kualitas hidup dan mengharapkan perubahan pada sosok Joko Widodo.Namun, harapan ini tak kunjung memperlihatkan titik terang.
Ditengah euforia kemenangan Joko Widodo, tim ahlinya tengah sibuk mendiskusikan dan mengkaji mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini merupakan bukti pertama yang menunjukkan sikap dan politik Joko Widodo yang menghamba pada kepentingan dan dominasi neokolonialis AS di Indonesia. Joko Widodo dengan alasan menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyatakan bahwa harus ada pemangkasan subsidi untuk sektor energi agar dana hasil pemangkasan subsidi tersebut dapat digunakan untuk sektor produktif. Menaikkan harga BBM ini dilakukan oleh Joko Widodo ditengah dia belum melakukan apa pun untuk rakyat Indonesia.
Kemudian ketahui oleh publik bahwa tidak hanya sekedar melakukan pemangkasan subsidi dengan sebutan memberikan “subsidi tetap”, namun kebijakan di sektor energi telah di liberalisasi dan sepenuhnya dikontrol oleh pasar. Itulah sebabnya tidak akan ada stabilitas harga BBM di dalam negeri, akan sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kenaikan harga BBM selalu membawa efek domino pada mahalnya harga-harga lainnya, utamanya harga kebutuhan pokok.Kebutuhan pokok rakyat dalam bentuk sandang, pangan dan papan –pakaian, makanan dan perumahan- semakin jauh dari jangkauan.Kemudian Joko Widodo menurunkan kembali harga BBM karena harga minyak dunia yang juga turun, namun penurunan harga BBM ini tidak pernah mampu menurunkan kembali harga-harga lain yang telah naik.
Untuk bidang pendidikan, telah lama liberalisasi dan privatisasi dijalankan.Hasilnya sudah sangat terasa untuk saat ini.Biaya pendidikan utamanya pendidikan tinggi semakin mahal. Komersialisasi lembaga pendidikan yang dimiliki oleh negara pun meraja lela, hingga mampu mengalahkan mahalnya biaya pendidikan yang diselenggarakan oleh swasta.Mahalnya biaya pendidikan, tidak tersedianya lembaga pendidikan yang merata dan absennya negara untuk memberikan hak pendidikan kepada warga negaranya telah mengakibatkan akses perempuan terhadap pendidikan semakin dikebiri.Ditambah pula dengan pandangan bahwa perempuan bertanggung jawab utamanya untuk mengurus rumah tangga, maka perempuan tidak menjadi prioritas untuk mendapatkan pendidikan yang mahal tersebut. Menurut data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, akses perempuan terhadap jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, jumlah buta huruf pada usia 15-45 tahun lebih tinggi perempuan 2-3 kali dibandingkan laki-laki. Sementara, dari 10 tingkat tertinggi di setiap jenjang pendidikan, ternyata 60-70% nya adalah perempuan.
Untuk bidang pelayanan kesehatan, negara telah membuat sistem asuransi kesehatan atau lebih dikenal dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dimana masyarakat diminta untuk mendaftarkan diri pada program ini dan membayar premi setiap bulan. Rakyat tentu saja mengambil semua kesempatan yang ada, karena paham tidak akan mampu membayar biaya pengobatan secara langsung. Diskursus yang tengah berkembang di pemerintahan saat ini adalah rencana untuk menaikkan iuran/premi asuransi tersebut dengan alasan asuransi ini mengalami kerugian.
Pelayanan kesehatan yang mahal, tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan sulit untuk diakses karena mensyaratkan berbagai dokumen, telah meminggirkan akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan murah. Penyuluhan-penyuluhan atau pembagian informasi tentang hidup sehat pun sangat minim di dapatkan oleh perempuan.Secara khusus untuk kesehatan organ reproduksi, pemerintah belum memberikan perhatian yang sungguh-sungguh.Hal ini mengakibatkan perempuan terpaksa menahan sakit yang dideritanya tanpa punya kesempatan untuk melakukan pemeriksaan komprehensif dan kemudian mendapatkan pengobatan yang baik.Berkembangnya obat-obat kimia tanpa pengawasan yang serius dari pemerintah serta minimnya perhatian terhadap obat-obatan lokal telah mengakibatkan rakyat bergantung pada obat-obatan kimia produksi perusahaan besar monopoli.
Kenaikan harga BBM dan tren kenaikan harga-harga saat ini (beras, gas, listrik, tiket kereta, dll) memukul perempuan dengan kerasnya.Pengetatan pengeluaran rumah tangga mesti dilakukan, yang artinya adalah turunnya kualitas hidup keluarga. Bagi perempuan yang masih lajang, harus melakukan hal yang sama dan apabila bekerja mungkin harus mengurangi bantuan ekonomi terhadap orang tua. Krisis ekonomi, kehidupan keluarga miskin telah terbukti menjadi salah satu penyebab maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Telah banyak diberitakan Ibu yang tega membunuh diri dan anak-anaknya karena sudah tidak sanggup hidup dalam kemiskinan, perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), anak-anak yang menjadi obyek pelampiasan seks, anak-anak jalanan yang hidup keras dan putus sekolah, perdagangan perempuan dan anak, dan lain-lain. Semua itu merupakan bukti bahwa kebijakan neoliberal telah sangat menghancurkan kehidupan rakyat.
Kebijakan neoliberal untuk mendukung kepentingan neokolonialis AS yang dilaksanakan di dalam negeri terbukti telah mengantarkan perempuan dan rakyat Indonesia ke jurang kemerosotan, perempuan berada di dalam jurang kemerosotan terdalam akibat adanya diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, baik di dalam sektornya maupun perempuan sebagai gendernya.
Program pembangunan yang diajukan oleh Joko Widodo tidak berbeda dengan program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan oleh presiden sebelumnya, SBY. Joko Widodo menambahkan pada aspek maritim yang seolah merupakan angin segar bagi rakyat dan nelayan Indonesia, namun kebijakan Jokowi di bidang maritim ini tidak jauh dari kebijakan di bidang lainnya, sebatas pembangunan infrastruktur skala besar yang didanai oleh hutang dan merampas tanah rakyat lebih luas lagi, selain merusak hutan untuk menambah kekurangan tanah.
Sementara di perkotaan, buruh selalu memperjuangkan upah layak dan tidak pernah mendapatkannya secara sempurna.Buruh dipaksa bekerja keras dengan upah yang rendah. Pada masa dewasa ini, perempuan pun telah banyak bekerja sebagai buruh dan menghadapi persoalan yang sama, upah yang di dapatkan tidak cukup untuk membiayai keluarganya untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Selain itu, hak-hak buruh perempuan pun jarang sekali di laksanakan, seperti hak cuti haid, melahirkan dan menyusui, tersedianya ruang khusus untuk memerah air susu ibu, toilet yang bersih dari kuman, dan layanan kesehatan di pabrik. Tenaga kerja murah merupakan salah satu hal selain sumber daya alam yang kaya yang “dijual” oleh Joko Widodo untuk mendapatkan investasi.
Pembangunan industri nasional merupakan aspirasi rakyat agar tersedia industri nasional yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga Indonesia tidak lagi mempergunakan model produksi untuk ekspor dan substitusi impor, melainkan produksi oleh rakyat untuk kebutuhan nasional dan mencapai kedaulatan secara ekonomi dan politik. Persoalan mengenai politik upah murah, larangan berorganisasi dan menyatakan pendapat serta jaminan pekerjaan pun akan mampu dijawab apabila Indonesia memiliki industri nasional.
Kaum miskin kota semakin sulit kehidupannya dengan meroketnya harga kebutuhan pokok dan liberalisasi sektor layanan publik yang diselenggarakan oleh negara. Hampir tidak ada jaminan akan kehidupan dan penghidupan yang layak bagi mereka, utamanya bagi perempuan dan anak-anak.

Krisis, kemerosotan ekonomi yang dialami oleh rakyat Indonesia, perempuan Indonesia, merupakan hasil dari pelaksanaan kebijakan neoliberal yang dipaksakan oleh neokolonialis pimpinan AS untuk mempertahankan dominasi dan keberadaannya. Sehingga, perempuan Indonesia harus bangkit dan berjuang melawan imperialisme dan kebijakan neoliberalnya.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com